HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN
Perjanjian adalah
salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku
III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai
perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat
seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam.
Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu
berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.
Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Pengertian perjanjian secara umum
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak,
sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai
dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum
untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain,
dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah
mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua
belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut
prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan
tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua
syarat pertama disebut juga dengan syarat
subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam
hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan)
maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya
unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal)
maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat
apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau
undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas
dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut
sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan
penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab
detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun
kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi
tanggungannya sendiri.
Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang
sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik
lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya
terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib
perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya
suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.
Tempat tinggal (domisili) pihak yang
mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau
ditutupnya perjanjian. Tempat inipun menjadi hal yang penting untuk menetapkan
hukum manakah yang akan berlaku.
Dalam
hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti
tulisan, bukti saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah.
Perjanjian harus ada kata sepakat
kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau
jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan
adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan.
Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas
konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat
pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian
sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat
ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun
sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan
akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau
pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada
saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas
kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering
disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang
berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau
tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih
atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa
perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan
perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian
garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .
Causa
dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan
adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan
adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat
dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu
sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu
barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang
dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai
causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan
itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan
dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari
peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan
yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun
pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar
ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan
menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata
sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi
kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah
perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai
formalitas tertentu.
Perikatan hapus:
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3.
pembaruan utang
4. perjumpaan utang atau kompensasi
5. percampuran utang, karena pembebasan utang, karena musnahnya barang yang
terutang
6. kebatalan atau pembatalan
7. berlakunya suatu syarat pembatalan, karena lewat waktu.
Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh
siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau
penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk
melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur
sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.
Jika kreditur menolak pembayaran, maka
debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus
dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan
uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan
penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal
penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan
secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan
pembaharuan utang:
1.
bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan
kreditur yang menggantikan utang lama.
2. bila seorang debitur baru ditunjuk untuk
menggantikan debitur lama.
3. bila sebagai akibat suatu persetujuan baru
seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama.
Pembaharuan utang hanya dapat dilakukan
antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan.
Jika dua orang saling berutang, maka
terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang menghapuskan utang-utang
kedua orang tersebut . Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu
debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu
bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama.
Bila kedudukan sebagai kreditur dan
debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran
utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. Percampuran utang yang terjadi
pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya.
Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak.
Pembebasan suatu utang tidak dapat
hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk surat
piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur,
merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan juga terhadap
orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung.
Jika barang tertentu yang menjadi pokok
suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui
sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya,
asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia
lalai menyerahkannya.
Semua perikatan yang dibuat oleh
anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada di bawah pengampuan
adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak
mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau
pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh
anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak
batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan
mereka.
HUKUM DAGANG
Hukum dagang
adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya
dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata
merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis
(hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis
(hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD)
dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya
Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
KUHD
lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas
konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka
berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut
berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan
pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan
kapal.
Hukum
Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.
hukum tertulis yang dikodifikasi yaitu
:
a.
KUHD
b.
KUH Perdata
2.
hukum tertulis yang tidak dikodifikasi,
yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi
hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang
Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus
materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata,
ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum
dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut
terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena
perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional
dalam hal perniagaan.
Bentuk-bentuk Perusahaan
Dalam suatu usaha swasta, modal
usahanya dimiliki seluruhnya atau sebagian besar oleh pihak swasta. Usaha
swasta ini dilihat dari besar kecilnya skala usaha terdiri dari usaha kecil,
usaha menengah, dan usaha besar. Usaha swasta jumlahnya paling banyak jika
dibandingkan dengan usaha negara dan usaha koperasi. Oleh karena itu, perannya cukup
besar di dalam perekonomian nasional.
Usaha swasta dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk usaha/organisasi
perusahaan, yaitu :
1. Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD)
a. Pengertian
Perusahaan Perorangan/Usaha Dagang (UD)
yang merupakan bentuk usaha paling sederhana adalah usaha swasta yang pengusahanya satu orang. Yang dimaksud
dengan pengusaha di sini adalah pemilik perusahaan. Modal atau investasi yang
dimaksud dapat berupa uang, benda, atau tenaga (keahlian), yang semuanya
bernilai uang.
Kemungkinan, bahkan sering terjadi, di
dalam operasionalnya sebuah perusahaaan perorangan melibatkan banyak orang.
Orang-orang tersebut merupakan pekerja atau buruh, sedangkan pengusaha atau
pemilik perusahaan tetap jumlahnya tunggal. Artinya, yang bertanggung jawab,
menanggung risiko, dan menikmati keuntungan hanya satu orang saja, sedangkan
yang lainnya adalah orang yang bekerja di bawah pimpinan pengusaha dengan
menerima upah.
Bentuk usaha perorangan memiliki
kelebihan dalam hal pengambilan keputusan dan bertindak cepat untuk
memanfaatkan peluang bisnis yang ada. Kelemahannya adalah dari segi pengumpulan
modal yang besar untuk menghadapi berbagai persaingan dan peluang bisnis.
b. Pengaturan
Belum terdapat pengaturan yang resmi
dalam satu perundang-undangan khusus tentang usaha dagang. Namun dalam praktek
keberadaannya diakui masyarakat. Berbagai perundang-undangan di bidang
perpajakan, perizinan, dan lain-lain juga menyebutkan adanya bentuk usaha
tersebut walaupun tidak mengaturnya secara terinci. Oleh karena itu, sumber
hukumnya adalah kebiasaan dan jurisprudensi. Di luar negeri bentuk usaha dagang
tersebut juga diakui keberadaannya, sebagai one
man corporation. Di Inggris dinamakan sole
trader dan di Amerika Serikat dinamakan sole
proprietorship.
c. Pendirian
Karena belum diatur dalam
undang-undang, maka tata cara pendirian usaha dagang ini cukup sederhana. Tidak
ada keharusan untuk membuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Dalam
hal ini diserahkan kepada pengusaha itu untuk menentukannya sendiri apakah
cukup didirikan secara lisan, dengan akta di bawah tangan, atau dengan akta
notaris (akta otentik). Walaupun demikian, dalam praktek usaha dagang
seringkali didirikan dengan membuat akta notaris. Pendirian dengan akta notaris
ini memang lebih baik untuk kepentingan pembuktian.
Setelah usaha dagang terbentuk dengan
atau tanpa akta notaris,terdapat beberapa kewajiban hukum lainnya yang harus
dilakukan pengusaha supaya dapat beroperasi di lapangan. Kewajiban tersebut
antara lain sebagai berikut :
1. Memperoleh Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pada
Departemen Perindustrian dan Perdagangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
2. Memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) atau surat izin usaha industri, sesuai dengan bidang usahanya, pada
Departemen Perindustrian dan Perdagangan .
3. Memperoleh Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
melalui pemerintah daerah setempat sesuai dengan peraturan daerah di lokasi
usaha.
4. Memperoleh izin berdasarkan Undang-Undang
Gangguan (Hinder Ordonnantie=HO Stb 1926 No.226) atau melakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam perundang-undangan lingkungan
hidup. HO dan AMDAL hanya diperlukan untuk bidang usaha tertentu yang dapat
membahayakan lingkungan.
d. Tanggung Jawab
Pengusaha yang mendirikan usaha dagang
bertanggung jawab secara pribadi terhadap
segala risiko usaha dan terhadap pihak kreditur perusahaan. Tanggung jawab
pribadi terhadap segala perikatan perusahaan tersebut melekat dengan seluruh
kekayaan (hak milik) pribadi yang ada pada pengusaha tersebut. Di sini tidak
ada pemisahan antara harta kekayaan perusahaan (Usaha Dagang) dengan harta
kekayaan pribadi pemilik perusahaan.
2. Persekutuan Perdata
a. Pengertian
Persekutuan perdata merupakan bentuk
usaha perkumpulan yang paling sederhana. Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian antara dua
orang atau lebih, masing-masing memasukkan modal untuk menjalankan suatu usaha.
Kelebihan Persekutuan perdata
dibandingkan usaha dagang adalah dalam pengumpulan modal, sedangkan kelemahannya
pada penonjolan kemampuan pribadi para pengusaha dan pada kepemimpinan/kepemilikan
ganda yang membuka kemungkinan timbulnya perselisihan.
b. Pengaturan
Persekutuan perdata diatur dalam Pasal 1618 -1652 KUH Perdata.
c. Pendirian
Persekutuan Perdata didikan atas dasar
perjanjian saja, dan tidak mengharuskan adanya syarat tertulis, artinya dapat
didirikan dengan lisan saja.
d. Tanggung Jawab
Apabila seorang sekutu mengadakan
hubungan dengan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan
sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan
dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa perbuatannya untuk
kepentingan sekutu, kecuali jika sekutu-sekutu lainnya memang nyata-nyata
memberikan kuasa atas perbuatannya.
Contohnya anggota Persekutuan Perdata ABC yang sekutunya
terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat bertindak ke luar atas
nama atau untuk
kepentingan Persekutuan perdata ABC tersebut. Apabila
seorang saja bertindak, katakanlah A terhadap ketiga misalnya Danu, maka maka A
sajalah yang bertanggung jawab kepada Danu, kecuali A dalam perbuatannya
tersebut nyata-nyata mendapatkan kuasa dari Badu dan Cecep.
e. Berakhirnya Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata berakhir/ bubar
apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau
meninggal dunia,
4. dan lain-lain
3. Persekutuan Firma (Fa)
a. Pengertian
Fa merupakan suatu persekutuan.
Dikatakan persekutuan karena pengusahanya merupakan sekutu (partner) yang lebih
dari satu orang. Fa adalah tiap persekutuan
yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama
dan bertanggung jawab secara tanggung menanggung.
Kelebihan Fa dibandingkan Persekutuan
Perdata adalah Fa lebih terbuka atau terang-terangan terhadap pihak ketiga,
sehingga akan mendapatkan kepercayaan yang lebih dibanding Persekutuan Perdata
yang dianggap usaha perseorangan oleh pihak ketiga.
b. Pengaturan
Fa diatur dalam KUHD Pasal 16 - 35
KUHD. Di samping itu, terdapat pula beberapa ketentuan yang relevan di dalam
KUH Perdata, antara lain ketentuan tentang persekutuan perdata dan perikatan.
c. Pendirian
Firma harus didirikan dengan akta
notaris, namun demikian jika Fa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap pihak
ketiga, pendirian tanpa akte notaris pun telah dianggap berdiri. Kemudian Akta pendirian tersebut harus
didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan melalui Berita
Negara. Apabila pembuatan akta, pendaftaran, dan pengumuman selesai dilakukan,
Fa tersebut telah berdiri dan untuk menjalankan operasi bisnis masih perlu melengkapi
dengan beberapa izin dan persyaratan lainnya sebagaimana telah diuraikan pada
usaha dagang, antara lain daftar perusahaan, SIUP, SII, SITU, dan HO/AMDAL.
d. Tanggung Jawab
Setiap sekutu Fa dapat melakukan
perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama
perseroan, tanpa perlu adanya surat kuasa khusus dari sekutu lainnya. Misalnya,
Fa ABC yang sekutunya terdiri dari Ali, Badu, dan Cecep, maka semuanya dapat
bertindak ke luar atas nama atau untuk kepentingan Fa ABC tersebut. Apabila
seorang saja bertindak, katakanlah A, maka secara hukum juga mengikat B dan C.
Artinya, pihak ketiga, misalnya D, apabila merasa dirugikan oleh A ia dapat
menggugat baik A, B maupun C sendiri-sendiri atau ketiganya di pengadilan. Tanggung
jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung menanggung atau
tanggung jawab solider. Harta kekayaan yang dapat digugat tidak terbatas hanya
pada harta kekayaan perusahaan (Fa) saja, tetapi meliputi juga karta kekayaan
pribadi masing-masing pengusaha tersebut. Misalnya kekayaan yang ada di rumah
atau di tempat lainnya.
e. Berakhirnya Firma
Firma dianggap bubar apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau
meninggal dunia,
Dalam prakteknya, pengunduran sendiri
seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi bubar. Sering kita lihat bahwa
seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang lain dengan tetap
mempertahankan firma yang ada. Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran firma
sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau pemberhentian) harus
dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan Negeri, dan
diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka firma tetap
dianggap ada terhadap pihak ketiga.
Pasal 32 KUHD mengatur cara penyelesaian pembubaran, yaitu
dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang telah mengurus
perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang lain dalam akte pendirian atau
persetujuan kemudian, atau semua pesero (berdasarkan suara terbanyak)
mengangkat seseorang untuk
menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas
mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa
orang yang ditunjuk untuk menyelesaikan pembubaran harus mempertanggung
jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero dan berkewajiban
mengganti kerugian apabila perseroan menderita kerugian karena perbuatannya.
Setelah urusan dengan orang yang ditugaskan ini selesai, maka pembagian kepada
para pesero dapat dilakukan.
Selama proses pembubaran, firma masih
berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai. Kelebihan dari
likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu adalah kerugian.
Apabila suatu firma jatuh pailit, maka
seluruh anggotanya pun jatuh pailit karena hutang-hutang firma juga menjadi
hutang-hutang mereka yang harus ditanggung sampai dengan kekayaan pribadi.
4. Persekutuan Komanditer/Commanditaire Vennottchap (CV)
a. Pengertian
CV merupakan
persekutuan terbuka yang terang-terangan menjalankan perusahaan, yaitu di
samping satu orang atau lebih sekutu biasa yang bertindak sebagai pengurus,
mempunyai satu orang atau lebih sekutu diam yang bertanggung jawab atas jumlah
pemasukannya .
CV merupakan pengembangan lebih lanjut
dari bentuk usaha Fa. Di dalam CV ini masih terdapat ciri Fa yang melekat pada
sekutu pengurus (sekutu komplementer, sekutu aktif). Sedangkan unsur tambahan
pada CV yang berbeda dengan Fa adalan pada munculnya sekutu diam (sekutu
komanditer, sekutu pasif). Sekutu diam (sleeping partner) ini tidak dikenal
Pada Fa.
Kelebihan CV justru pada adanya sekutu
diam tersebut, CV lebih fleksibel karena tersedianya sarana bagi pemodal untuk berinvestasi
di dalam pembentukan CV, sementara yang bersangkutan sendiri tidak perlu
bertindak sebagai pengurus, cukup sebagai sekutu diam saja. Pada Fa semua
sekutunya merupakan pengurus sama dengan sekutu aktif (active partner) pada CV.
Bentuk usaha CV ini merupakan suatu bentuk peralihan yang berada di antara Fa
dan PT. Dalam CV terkandung, baik ciri Fa maupun ciri PT.
b. Pengaturan
CV secara khusus diatur dalam Pasal 19 -
21 KUHD. Sama halnya juga dengan Fa, di samping ketentuan khusus tersebut,
berlaku ketentuan umum yang terdapat dalam KUH Perdata, yaitu tentang
persekutuan perdata dan perikatan.
c. Pendirian
Sama halnya juga dengan Fa, CV adalah
persekutuan yang melibatkan lebih dari satu orang pengusaha. Oleh karena itu,
pendiriannya harus melalui pembuatan suatu perjanjian pendirian meskipun secara
lisan. Pembuatan perjanjian ini tunduk pada aturan hukum perjanjian. Perjanjian
inilah yang kemudian didaftarkan dan diumumkan.
Setelah pendirian tersebut selesai,
pengusaha harus mendaftarkan perusahaan pada Departemen Perindustrian dan
Perdagangan sesuai dengan undang-undang tentang wajib daftar perusahaan dan
mengurus berbagai macam perizinan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
d. Tanggung jawab
Sebagaimana dijelaskan bahwa di dalam
CV ini terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu
aktif yang di samping menanamkan modal ke dalam perusahaan juga bertugas
mengurus perusahaan dan sekutu pasif atau
sekutu diam yang hanya memasukkan modal, tetapi tidak terlibat di dalam
pengurusan perusahaan. Akibatnya, terdapat juga dua macam tanggung jawab sekutu
CV. Sekutu aktif bertanggung jawab tidak saja terbatas pada kekayaan CV, tetapi
juga kekayaan pribadi (kalau diperlukan). Di sini persis sama dengan sekutu
pada sebuah Fa. Lain halnya dengan sekutu pasif yang hanya bertanggung jawab
terbatas pada modal yang dimasukkan saja.
Misalnya, A sebagai sekutu pasif pada CV ABC memasukkan
modal Rp 1 juta, maka kalau CV ABC tersebut mempunyai kewajiban terhadap pihak
ketiga (katakanlah D) sebesar Rp 10 juta, A hanya wajib menanggung sebesar
modal yang telah di investasikannya tersebut saja (yaitu Rp 1 juta). A tidak
perlu menambah uang untuk membayar sisa hutang perusahaan tersebut. Hal ini tentunya
berbeda dengan B dan C yang merupakan sekutu aktif dalam CV tersebut, yang
menyebabkan mereka bertanggung jawab tidak terbatas, baik secara
sendiri-sendiri (A atau B) maupun secara bersama-sama (A dan B). Apabila A dan
B ini masing-masing memasukan modal Rp 1 juta. Sebagai sekutu aktif mereka
masih harus mengorbankan kekayaan pribadi untuk menutupi sisa hutang perusahaan
tersebut.
e. Berakhir Persekutuan Komanditer
Berakhirnya Persekutuan Komanditer
boleh dikatakan sama dengan berakhirnya persekutuan Firma, yaitu dianggap bubar
apabila :
1. waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau,
2. barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai
3. seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau
meninggal dunia,
Dalam prakteknya, pengunduran diri
seorang anggota tidak selalu membuat persekutuan komanditer menjadi bubar.
Sering kita lihat bahwa seorang anggota persekutuan komanditer yang mundur
digantikan oleh orang lain dengan tetap mempertahankan persekutuan yang ada.
Pasal 31 KUHD mengatur bahwa pembubaran persekutuan (firma
ataupun komanditer) sebelum waktu yang ditentukan (karena pengunduran diri atau
pemberhentian) harus dilakukan dengan suatu akte otentik, didaftarkan pada Pengadilan
Negeri, dan diumumkan dalam Berita Negara. Apabila hal ini tidak dilakukan maka
persekutuan tetap dianggap ada terhadap pihak ketiga.
Pasal 32 KUHD mengatur cara penyelesaian pembubaran, yaitu
dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang telah mengurus
perseroan, kecuali apabila ditunjuk orang lain dalam akte pendirian atau
persetujuan kemudian, atau semua pesero (berdasarkan suara terbanyak)
mengangkat seseorang untuk
menyelesaikan pembubaran. KUHD tidak mengatur tugas-tugas
mereka, hal itu diserahkan kepada para pesero. Pasal 1802 KUHPer mengatur bahwa
orang yang ditunjuk untuk menyelesaikan pembubaran harus mempertanggung
jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero dan berkewajiban
mengganti kerugian apabila perseroan menderita kerugian karena perbuatannya.
Setelah urusan dengan orang yang ditugaskan ini selesai, maka pembagian kepada
para pesero dapat dilakukan.
Selama proses pembubaran, persekutuan
masih berjalan sehingga proses likuidasi benar-benar selesai. Kelebihan dari
likuidasi adalah laba, dan apabila terjadi kekurangan maka itu adalah kerugian.
Apabila suatu persekutuan komanditer jatuh pailit, maka seluruh anggotanya pun jatuh
pailit karena hutang-hutang persekutuan juga menjadi hutang-hutang mereka yang
harus ditannggung sampai dengan kekayaan pribadi, kecuali untuk pesero komanditer, di mana ia hanya
menanggung sebatas modal yang telah disetornya.
4. Perseroan Terbatas (PT)
a. Pengertian
Dalam UU No.1 tahun 1995 tentang PT
ditentukan bahwa PT adalah badan
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dari definisi di atas, dapat dipahami
bahwa PT adalah suatu badan hukum. PT berbeda dengan UD, Fa, dan CV yang bukan
badan hukum. Sebagai badan hukum dalam PT terdapat pemisahan kekayaan antara
milik perusahaan dengan milik pribadi pengusaha. Di samping itu, sebagai badan
hukum PT wajib mendapatkan pengesahaan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman.
Bentuk usaha yang bukan badan hukum tidak memiliki kewajiban demikian. Dalam
pengertian tersebut juga disebutkan bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian.
Maksudnya PT bukanlah perusahaan perorangan seperti UD, tetapi suatu
persekutuan sama halnya dengan Fa dan CV didirikan oleh lebih dari satu orang.
Untuk mendirikan sebuah PT paling kurang harus terdapat dua orang. Banyaknya orang
yang terlibat dalam sebuah PT memungkinkan adanya akumulasi modal yang lebih
banyak, yang merupakan ciri PT yang membedakan dengan badan hukum lain. Pada
sebuah PT modalnya dibagi ke dalam saham-saham (shares,stocks).
Terdapat dua macam PT, yaitu PT tertutup yang disingkat PT merupakan
perseroan terbatas yang modalnya dimiliki para pemegang saham yang masih saling
mengenal satu sama lainnya. Misalnya anggota keluarga, sahabat, kenalan, dan
tetangga yang pendiriannya tunduk pada UUPT. Disamping itu, PT terbuka yang
pada nama perusahaannya memakai singkatan PT (pada awal) dan Tbk (pada akhir)
nama PT tersebut. Dalam PT terbuka pemegang sahamnya
sudah tidak saling mengenal lagi. Bahkan, sampai melintasi
batas-batas negara.
PT
terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya
memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pendirian PT terbuka, di samping harus
memenuhi ketentuan UUPT dan peraturan pelaksanaannya, juga ketentuan
Undang-Undang tentang Pasar Modal (UUPM) dan peraturan pelaksanaannya.
PT merupakan bentuk usaha yang paling
luwes dan ideal dalam rangka memupuk keuntungan, namun terdapat juga
kelemahannya yaitu kemungkinan adanya spekulasi, manipulasi, dan kecerobahan
pengelolaan.
b. Pengaturan
Dahulu PT diatur KUHD, yaitu dalam
Pasal 36 - 56. Pengaturan ini tentunya tidak cukup menampung berbagai aspek PT
yang sudah demikian berkembang akibat perkembangan perekonomian dan dunia
usaha. Oleh karena itu, dikeluarkanlah UUPT untuk menggantikan ketentuan dalam
KUHD tersebut.
Khusus untuk PT Penanaman Modal Asing disamping UUPT berlaku
Undang- Undang tentang Penanaman Modal Asing, karena melibatkan modal nasional
dan modal asing.
c. Pendirian
PT didirikan melalui beberapa tahapan
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan di dalam UUPT, sebagai berikut:
1. Pembuatan Akta Notaris
Para pengusaha yang ingin mendirikan PT
terlebih dahulu datang ke kantor notaris untuk membuat akta pendirian PT. Akta
pendirian merupakan suatu perjanjian antara pendirian para pendiri PT tersebut.
Isinya ditentukan sendiri oleh para pendiri, yang kemudian dituangkan notaris
dalam suatu format khusus yang disediakan untuk itu sesuai dengan UUPT.
Akta pendirian PT memuat anggaran dan keterangan
lain sekurang-kurangnya :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
b. Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota direksi dan
komisaris yang pertama kali diangkat; dan kewarganegaraan direksi dan komisaris
pertama kali diangkat
c. Nama pemegamg saham yang telah mengambil
begaian saham serta perincian jumlah saham dan nilai nominal atau nilai yang
diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat
pendirian.
Sedangkan Anggaran Dasar sendiri sekurang-kurangnya berisi :
a. Nama dan
tempat kedudukan perseroan
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan sesuai dengan perundang-undang yang berlaku
c. Jangka waktu berdirinya perseroan
d. Besarnya jumlah modal dasar, modal yang di
tempatkan dan modal yang disetor
e. Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila
ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi
hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal setiap saham
f. Susunan,
jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris
g. Penetapan
tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS
h. Tata cara pemilihan, pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris
i. Tata
cara penggunaan laba dan pembagian dividen
j. Ketentuan-ketentuan
lain menurut UUPT.
2. Pengesahan Menteri
Kehakiman
Akta notaris yang telah dibuat tersebut
harus mendapatkan pengesahaan Menteri Kehakiman dalam rangka memperoleh status
badan hukum. Menteri Kehakiman akan memberikan pengesahan dalam janka waktu
paling lama 60 hari setelah diterimanya
permohonan pengesahan PT, lengkap dengan lampiran-lampirannya. Jika permohonan
di tolak, Menteri Kehakiman memberitahukan kepada pemohon secara tertulis
disertai dengan alasannya dalam jangka waktu 60 hari itu juga.
3. Pendaftaran Wajib
Akta pendirian/anggaran dasar PT secara
lengkap disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman kemudian wajib
didaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan paling lambat 30 hari
setelah tanggal pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.
4. Pengumuman dalam
Tambahan Berita Negara (TBN)
Apabila pendaftaran dalam daftar
perusahaan telah dilakukan, berikutnya direksi mengajukan permohonan pengumuman
perseroan di dalam TBN dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak
pendaftaran tersebut.
Pendirian PT telah selesai dengan
dilakukannya pengumuman, berikutnya
perlu diselesaikan berbagai perizinan sesuai dengan
perundang-undangan perizinan yang berlaku, seperti juga pada pendirian bentuk
usaha lainnya.
d. Tanggung Jawab
Pada sebuah PT, pengusahanya adalah
para pemegang saham. Para pemegang saham itu bertanggung jawab terbatas sebesar
saham yang dimasukkannya ke dalam PT. Tanggung Jawab terbatas demikian
sebenarnya tercermin dari nama bentuk usaha PT sendiri, yaitu perseroan terbatas.
Kata “terbatas” menunjukkan adanya
tanggung jawab pemegang saham yang terbatas pada modal yang dimasukkan.
Dalam UUPT ketentuan tanggung jawab
terbatas diatur Pasal 3 yang berbunyi : “pemegang saham perseroan tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan
dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang
telah diambilnya”.
Adanya tanggung jawab terbatas demikian
merupakan ketentuan umum, karena UUPT memberikan pengecualiannya dalam hal-hal
tertentu. Menurut Pasal 3 ayat (2) UUPT sistem tanggung jawab terbatas tidak
berlaku apabila :
1. Persyaratan
perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
2. Pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung ataupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan
semata-mata untuk kepentingan pribadi
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat
dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan
4. Pemegang saham yang bersangkutan, baik
langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan
perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi hutang perseroan.
e. Modal dan Saham
Dalam sebuah PT terdapat tiga macam
modal, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor.
Modal
dasar adalah sejumlah maksimum modal yang disebut dalam akta pendirian.
Modal yang ditempatkan adalah modal
yang disanggupkan oleh para pemegang saham. Dan modal yang disetor adalah modal yang benar-benar telah disetor oleh
para pemegang saham dalam kas perseroan .
Dalam UUPT ditentukan bahwa modal dasar
perseroan paling sedikit Rp 20.000.000,- sementara modal yang ditempatkan
adalah 25% dari modal dasar
yang harus telah ditempatkan pada saat pendirian perseroan.
Berarti 25% x Rp 20.000.000,- = Rp 5.000.000,-. Dan modal yang disetor paling
sedikit 50% dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan. Berarti 50% x Rp 5.000.000,-
= Rp 2.500.000,-.
Modal PT tersebut terdiri dari
saham-saham, baik saham atas nama dan atau atas tunjuk. Saham dapat terdiri
dari satu klasifikasi atau lebih. Mungkin saja dalam sebuah PT terdapat
bermacam-macam saham, misalnya saham biasa, saham prioritas, dan saham-saham
lain dengan hak khusus yang
semuanya harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pemegang saham biasa berhak untuk
mengambil keputusan dalam RUPS mengenai perseroan, hak menerima pembagian
dividen dan sisa kekayaan dalam proses likuidasi. Setiap saham yang dikeluarkan
mempunyai satu hak suara (one share one vote), kecuali dalam Anggaran Dasar
ditentukan lain.
f. Organ Perseroan Terbatas
PT sebagai subyek hukum pendukung segala
hak dan kewajiban tidak dapat bertindak sendiri. Badan hukum menjadi subyek
hukum bukan secara alamiah, melainkan ditentukan oleh hukum yang dibuat manusia
melalui lembaga yang berwenang untuk itu. Oleh karena itu, PT perlu dilengkapi
dengan organ atau alat perlengkapannya supaya dapat berfungsi sebagai subyek
hukum seperti manusia.
Organ PT tersebut terdiri dari :
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS merupakan organ PT yang mempunyai
kekuasaan tertinggi dalam sebuah PT. RUPS ini terdiri dari para pemegang saham
sebagai satu kesatuan. Tentunya di dalam RUPS tersebut terdapat pemegang saham terbanyak
(pemegang saham mayoritas) dan pemegang saham yang menguasai saham dalam jumlah
kecil sehingga tidak memiliki kekuasaan mayoritas (pemegang saham minoritas).
Pemegang saham mayoritas dapat mendominasi keputusan-keputusan RUPS, karena itu
UUPT memberikan beberapa pembatasan tertentu untuk melindungi pemegang saham
minoritas dalam rangka mewujudkan keadilan.
RUPS mempunyai segala wewenang yang
tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
UUPT atau Anggaran Dasar. Jadi, kekuasaan RUPS cukup besar, misalnya mengangkat
dan memberhentikan direksi dan komisaris.
2. Direksi
Direksi atau pengurus PT adalah organ
yang mengurus PT sehari-hari yang diangkat RUPS. Direksi bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan terbaik di dalam maupun di luar pengadilan.
3. Komisaris
Komisaris atau pengawas PT adalah organ
yang bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta
memberi nasihat kepada direksi. Komisaris juga diangkat dan bertanggung jawab
kepada RUPS.
g. Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi
Untuk lebih memberdayakan diri beberapa
PT dapat melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi. Banyak alasan yang
menyebabkan beberapa PT melakukan demikian, antara lain dalam rangka efisiensi,
diversifikasi, kekuatan pasar, keuntungan pajak, dan prestise.
- Merger
(penggabungan perusahaan)
Adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan
ke dalam salah satu di antara perusahaan-perusahaan yang melakukan
penggabungan, kemudian perusahaan yang menggabungkan diri berakhir kedudukannya
sebagai suatu badan hukum/perusahaan karena dibubarkan dan dilikuidasi, dan
yang tinggal adalah perusahaan yang menerima penggabungan. Misalnya, PT A merger
dengan PT B, maka tinggal PT A saja atau PT B saja.
- Konsolidasi
(peleburan perusahaan)
Adalah peleburan dua atau lebih perusahaan
menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara masing-masing
perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya sebagai suatu badan
hukum/perusahaan. Misalnya PT A berkonsolidasi dengan PT B, maka muncul PT C
sebagai nama baru dari PT A+PT B
3.
Akuisisi (pengambilalihan perusahaan)
Adalah pembelian atau pengambilalihan seluruh atau sebagian saham satu
atau lebih perusahaan oleh perusahaan lainnya atau pemilik perusahaan lainnya,
tetapi perusahaan yang diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai badan
hukum/perusahaan, hanya saja kini berada di bawah kontrol perusahaan yang
mengambil alih saham-sahamnya. Misalnya PT A mengakuisisikan PT B, maka baik PT
A maupun PT B masih tetap ada, namun kontrol perusahaannya sudah beralih kepada
PT A sebagai perusahaan pembeli seluruh atau sebagian saham PT B.
h. Perusahaan Kelompok
Untuk lebih memperkuat diri perusahaan-perusahaan bekerja
sama satu sama lainnya dan dapat membentuk perusahaan kelompok (group
company/concern), yaitu suatu
gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri,
yang terkait satu dengan yang lain begitu erat sehingga membentuk suatu satuan
ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan dari suatu perusahaan induk sebagai
pimpinan sentral.
Dalam concern tersebut terdapat
perusahaan yang mendominasi/melaksanakan pimpinan sentral sebagai perusahaan
induk, dan perusahaan yang bergantung pada putusan perusahaan yang dominan
sebagai perusahaan anak.
i. Pembubaran Perseroan
Pembubaran Perseroan dapat dilakukan
karena :
1. Keputusan RUPS
Keputusan RUPS tentang pembubaran
perseroan sah jika keputusan tersebut diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat. Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan
pembubaran perseroan, bahwa keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang
saham yang mewakili paling sedikit ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara
tersebut. Perseroan resmi dibubarkan pada saat ditetapkan dalam keputusan RUPS,
dan selanjutnya dilikuidasi oleh likuidator.
2. Jangka Waktunya
telah Berakhir
Jika perseroan bubar karena jangka
waktu berdirinya (sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar) telah berakhir,
maka Menteri Kehakiman atas
permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu
tersebut. Permohonan tersebut diajukan paling lambat 90 hari sebelum jangka
waktu berdirinya perseroan berakhir. Permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri
oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara yang sah dan
disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut.
3. Penetapan Pengadilan
Pengadilan Negeri dapat membubarkan
perseroan atas :
a. Permohonan
kejaksaan berdasarkan alasan kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan
umum;
b. Permohonan
satu orang pemegang saham atau lebih mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
c. Permohonan
kreditor berdasarkan alasan perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah
dinyatakan pailit, atau harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi
seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut;
d. Permohonan
pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta
pendirian perseroan
Dalam hal pembubaran perseroan dengan
penetapan pengadilan, ditetapkan pula penunjukan likuidator.
Perusahaan Negara
1. Pengertian
Perusahaan negara yang sering juga
disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah
perusahaan yang dimiliki secara mutlak ataupun sebagian besar oleh negara .
2. Pengaturan
Pengaturan BUMN di Indonesia terdapat
dalam UU No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara. Pengaturan lebih
lanjut terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1998.
Di dalam undang-undang tersebut
ditentukan tiga bentuk usaha negara yaitu :
a. Perusahaan Jawatan (Perjan);
b. Perusahaan Umum (Perum); dan
c. Perusahaan Perseroan (Perseroan).
Di luar undang-undang tersebut masih
terdapat bentuk-bentuk usaha negara lainnya yang sifatnya khusus, seperti
Pertamina yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Dan terdapat juga
Perusahaan Daerah (PD) yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1962.
3. Pendirian
Pendirian sebuah BUMN berbeda dengan
pendirian usaha swasta. Di sini peranan pemerintah cukup besar dalam penetapan
anggaran dasar perusahaan, tujuan, status keuangan, metode operasi, manajemen
dan sebagainya yang disertai dengan tindakan legislatif ataupun eksekutif untuk
menyediakan dana sebagai modal perusahaan.
Kecuali untuk perjan, BUMN juga harus
didaftarkan sesuai dengan ketentuan wajib daftar perusahaan dan menaati
ketentuan perizinan.
4. Klasifikasi
a. Perjan
Perjan adalah BUMN yang seluruh
modalnya terdiri dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Perjan merupakan
bagian dari instasi pemerintah tertentu dan pegawainya adalah pegawai negeri
sipil yang tunduk pada perundang-undangan kepegawaian yang berlaku. Oleh karena
itu, Perjan bukan merupakan badan hukum. Tujuan Perjan adalah semata-mata untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang sifatnya tidak mencari laba
(non-commercial corporation).
b. Perum
Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya
terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, Perum merupakan
badan hukum publik. Pekerja di Perum merupakan pegawai perusahaan negara yang
diatur secara khusus. Perum ini bergerak dalam bidang-bidang usaha tertentu
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pegawai Perum
merupakan buruh/pekerja yang tindak pada hukum perburuhan/ ketenaga kerjaan yang
berlaku. Jadi, statusnya sama dengan mereka yang bekerja di perusahaan swasta.
Tujuan Perum di samping memberikan pelayanan kepada masyarakat banyak juga
mencari keuntungan (commercial and social service corporation).
Perum adalah badan usaha milik negara sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 dimana seluruh modalnya dimiliki negara
berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Perum didirikan
dengan Peraturan Pemerintah yang menetapkan antara lain besarnya kekayaan
negara yang dipisahkan untuk penyertaan ke dalam modal Perum dan penunjukan
Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah. Perum memperoleh status badan hukum
setelah peraturan pemerintah pendirian Perum berlaku. Maksud dan tujuan Perum
adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
c. Persero
Persero adalah BUMN yang seluruh atau
sebagian besar modalnya terdiri dari kekayaan negara yang dipisahkan. Persero
merupakan badan hukum swasta yang tunduk pada prinsip-prinsip aturan Perseroan
Terbatas (PT) sebagaimana diatur di dalam UUPT. Pegawai Persero adalah pekerja
atau buruh yang tunduk pada perundang-undangan ketenagakerjaan atau perburuhan.
Tujuan Persero sama dengan tujuan PT swasta, yaitu mencari laba (commercial
corporation).
Dalam PP No. 12 Tahun 1998 ditegaskan
bahwa terdapat dua macam Persero yaitu Persero dan Persero Terbuka. Persero
adalah badan usaha milik negara seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya
dimiliki oleh negara melalui pernyataan modal secara langsung. Sedangkan
Persero terbuka adalah Persero yang modalnya dan jumlah pemegang sahamnya
memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.
Pengertian modal negara ke dalam modal saham Persero
ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan
besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut.
Koperasi
1. Pengertian
Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dari definisi tersebut terdapat
koperasi yang para anggotanya terdiri dari orang seorang yang disebut koperasi
primer dan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi yang disebut
koperasi sekunder. Baik koperasi primer maupun koperasi sekunder merupakan
badan hukum.
2. Pengaturan
Usaha koperasi (cooperative) diatur
dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perkoperasiaan. Undang-Undang tersebut
dibuat mengacu terutama pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa perekonomian
Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Dalam
penjelasan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut ditambahkan
bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.
Dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
3. Pendirian
Untuk mendirikan sebuah koperasi primer
dibutuhkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang sebagai anggota. Dan untuk
mendirikan sebuah koperasi sekunder sekurang-kurangnya terdapat tiga koperasi :
a. Daftar nama pendiri
b. Nama dan tempat kedudukan
c. Maksud dan tujuan serta bidang usaha
d. Ketentuan mengenai keanggotaan
e. Ketentuan mengenai rapat anggota
f. Ketentuan mengenai
pengelolaan
g. Ketentuan mengenai permodalan
h. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
i. Ketentuan mengenai
pembagian sisa hasil usaha
j. Ketentuan mengenai
sanksi.
Akta pendirian tersebut diperlukan juga
untuk mendapatkan pengesahan badan hukum koperasi, yang perlu dimintakan secara
tertulis kepada Pemerintah. Untuk mendapatkan pengesahan status badan hukum
koperasi, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai atau pendirian
koperasi. Pengesahaan tersebut diberikan dalam jangka waktu tiga waktu tiga
bulan setelah diterimanya permintaan pengesahaan. Jangka waktu yang sama juga
diberikan kepada pemerintah untuk memberitahukan secara tertulis kepada pendiri
koperasi apabila terjadi penolakan. Selanjutnya pengesahan pemerintah tersebut
diumumkan dalam Berita Negara. Dan sama halnya juga dengan bentuk usaha lainnya
koperasi harus didaftarkan sesuai dengan undang-undang wajib daftar perusahaan
dan diurus berbagai perizinan operasional usaha.
4. Perangkat Organisasi
Perangkat organisasi koperasi terdiri
dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Rapat anggota merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi di dalam koperasi yang bertugas menetapkan antara lain
anggaran dasar, pengurus dan pengawas, rencana kerja, dan pembagian Sisa Hasil
Usaha (SHU). Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat atau apabila tidak berhasil berdasarkan suara terbanyak. Dalam
pemungutan suara setiap anggota mempunyai satu suara. Sedangkan hak suara pada
koperasi sekunder diatur dalam anggaran dasarnya. Rapat anggota dilakukan
paling sedikit sekali dalam setahun. Pengawas dipilih dari/dan oleh anggota
koperasi dalam rapat anggota untuk masa jabatan 5 tahun. Pengurus bertugas antara lain mengelola
koperasi dan usahanya, mengajukan rancangan kerja serta rancangan anggaran
pendapatan dan belanja koperasi, dan menyelenggarakan pembukuan, laporan
keuangan, dan rapat anggota. Apabila diperlukan untuk pengelolaan usaha
sehari-hari pengurus dapat menyangkut pengelola berdasarkan hubungan kerja atas
dasar perikatan dan bertanggung jawab kepada pengurus. Pengangkatan pengelola
demikian perlu mendapatkan persetujuan rapat anggota. Pengawas juga dipilih
dari/dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota yang tugasnya adalah
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi
dan membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Untuk itu, pengawas
berwenang meneliti catatan yang ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan
yang diperlukan. Di samping itu, pengawas harus merahasiakan hasil
pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Bagi seorang wirausaha (entrepreneur )
atau yang lebih beken disebut pengusaha, mengembangkan sebuah usaha adalah
mutlak untuk kemajuan perusahaan dan usahanya. Sebab seperti layaknya roda
kehidupan yang semakin lama semakin cepat berputar demikian pula sebuah usaha.
Sehingga bagi pengusaha yang sudah establish tentunya menginginkan perkembangan
usahanya. Namun terkadang perkembangan atau kemajuan usaha itu tidak dibarengi
dengan kemampuan modal. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan
franchaise .
Franchaise diartikan dalam bahasa
Indonesia sebagai waralaba. Yaitu perusahaan atau seseorang (franchisee) yang
diberikan hak untuk menggunakan merek, cipta, paten untuk menyalurkan produk/
jasa pihak franchisor) dengan memberikan imbalan (fee)
Di Indonesia aturan tentang Waralaba
diatur didalam Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997 Pasal 1 dalam peraturan tersebut
menyatakan bahwa waralaba adalah perikatan/ perjanjian dimana salah satu pihak
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak
lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak
lain. Dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan
bahwa sebuah waralaba adalah suatu perbuatan untuk melakukan perikatan/
perjanjian. Sedangkan perjanjian atau perikatan diatur dalam KUH Perdata buku
III tentang perikatan pasal 1313 tentang perjanjian, pasal 1320, tentang sahnya
perjanjian, dan ketentuan pasal 1338 akibat persetujuan.
Penggunaan sistem waralaba bagi produk
asing juga berpatokan dengan PP tersebut , Sedangkan bentuk perjanjian tidak
baku bersifat dibawah tangan sehingga tidak wajib diketahui oleh notaris
sepanjang tidak bertentangan Undang-undang (Pasal 1 ayat 2)dan ditulis dalam
bahasa Indonesia ( Pasal 2 ayat 1 dan 2)
Selanjutnya pemberi waralaba sebelum
mengadakan perjanjian dengan penerima waralaba diwajibkan untuk memberikan
keterangan mengenai kegiatan usaha, menerangkan hak atas HAKI, hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak yang harus dipenuhi, pengakhiran, pembatalan
atau perpanjangan perjanjian.
Keterangan-keterangan berikut
perjanjian tersebut harus didaftarkan di Deperindag ( Departemen Perindustrian
dan perdagangan ) oleh penerima waralaba selambatnya 30 hari sejak berlakunya
perjanjian waralaba, bila tidak maka SIUP ( Surat Ijin Usaha Perdagangan) nya
bisa dicabut.(Pasal 8). Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan SK
no.259/ MP/ Kep/7/1997 Sebagai Peraturan Pelaksana yang mengatur antara lain
tentang waktu lamanya perjanjian dan diutamakan untuk menggunakan produk barang
dan atau bahan dalam negeri sepanjang mutu barang dan atau bahan itu sesuai
yang diperjanjikan di dalam akta perjanjian tersebut.
Didalam UU Merek no 15 tahun 2000 tidak
mengatur secara khusus tentang waralaba, hanya pada pasal 43 ayat 1 yang
menyebutkan pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak
untuk memakai merek tersebut dengan perjanjian dan wajib didaftarkan di
daftarkan ke direrktorat Jenderal HAKI
Jadi bagi para pencari produk waralaba
(franchise) telah dilindungi oleh peraturan-peraturan tersebut , Tetapi yang
terpenting juga harus hati-hati dalam pencarian tersebut. Karena tidak jarang
suatu produk baru yang sedang booming lalu tiba-tiba mencoba dengan sistem
franchaise tapi tanpa menggunakan aturan yang jelas sehingga merugikan investor
. Hal ini bisa berujung pada tindakan pelanggaran hukum.
Perjanjian atau kontrak adalah suatu
peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji
kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi
pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu
hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Franchise
: Perikatan HaKI yang Diperluas
Iman Sjahputra
Nama bukan
saja sebagai aset, tetapi juga mempunyai nilai jual tinggi. Sehingga tidak
mengherankan suatu nama (brand image) bisa bernilai miliaran dolar. Tengok
omzet franchising Mc Donald's yang bertebaran di seluruh dunia. Konon, di tahun
2000 saja angka penjualan mencapai lebih dari 40 miliar dolar Amerika Serikat
(AS) dari 29 ribu outlet yang tersebar.
Perkembangannya
membuat kaget Pemerintah AS dan dalam praktiknya diduga banyak penyimpangan
konsep-konsep franchise, akhirnya tahun 1979 Pemerintah AS mengeluarkan
Franchise Disclosure Act.
Lantas
bagaimana konsep franchise di Indonesia" Dalam Direktori Franchise
Indonesia, diprakarsai Asosiasi Franchise Indonesia. Franchise di Indonesia
dikenal dengan sebutan waralaba. Mulai dikenal sekitar 1970 dengan masuknya
Kentucky Fried Chicken, Ice cream Swensen, Shakey Pizza, yang kemudian disusul
dengan Burger King dan Seven Eleven.
Sesungguhnya
Indonesia sudah pula mengenal konsep franchise sebagaimana yang diterapkan
penyebaran toko sepatu Bata ataupun SPBU (pompa bensin).
Pengertian
franchise (waralaba) selalu diartikan berbeda dengan lisensi. Padahal, intinya
hampir sama. Dalam praktik lisensi (licensing) diartikan lebih sempit, yakni
perusahaan atau seseorang (licencor) yang memberi hak kepada pihak tertentu
(licensee) untuk memakai merek/hak cipta/paten (Hak milik kekayaan intelektual)
untuk memproduksi atau menyalurkan produk/jasa pihak licencor. Imbalannya
licensee membayar fee.
Lisencor tak
mencampuri urusan manajemen dan pemasaran pihak licensee. Misalnya, perusahaan
Mattel Inc yang memiliki hak karakter Barbie (boneka anak-anak) di AS
memberikan hak lisensi kepada perusahaan mainan di Indonesia dalam memproduksi.
Adalah
Fisseha-Tsion Menghistu dalam disertasinya di Universitas van Amsterdam tahun
1988 mendefinisakan,"Although licensing is an ambiguous term, it is
defined roughly as an agreement or a contract by which the licensor or a
proprietor of the technology or intellectual property extends to the licensee a
limited right to make use of, among other things, a patent, know-how, trademark
and other items as may be agreed between the licensor and the licensee."
Waralaba
Sebaliknya,
waralaba dimaknai lebih luas, yaitu pemberi waralaba tidak hanya memperkenankan
penerima waralaba untuk memakai merek/logo/hak ciptanya, akan tetapi turut pula
mengatur internal perusahaan. Baik mengenai karyawan, pelatihan, lokasi, bahan
baku hingga strategi pemasarannya.
Jaringan Mc
Donald's di seluruh dunia adalah paling cocok untuk contoh. Berbagai pelayanan
serta strategi pemasaran dari Mc Donald's sama, baik didalam negeri maupun luar
negeri.
Perkembangan
waralaba di Indonesia pada saat itu semakin hari bertambah subur, baik asing
maupun lokal, seperti: Es teler, Hoka-hoka Bento, Total buah segar, restoran
bebek bali, papa ron's pizza.
Di negeri ini
awalnya tak ada aturan hukum yang mengatur perjanjian waralaba. Baru di tahun
1997 terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) No 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
Pasal 1 PP ini
menyatakan: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka
penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Dari rumusan
pasal tersebut dapat diketahui bahwa waralaba merupakan suatu
perikatan/perjanjian antara dua pihak. Sebagai perjanjian dapat dipastikan semua
ketentuan dalam hukum perdata (KUHPerdata) tentang perjanjian (Pasal 1313),
sahnya perjanjian (Pasal 1320) dan ketentuan Pasal 1338.
Dengan
demikian, apabila pihak pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah
Indonesia, maka perjanjiannya terikat pada PP No 16 tahun 1997 tentang
Waralaba.
Bagaimana
format perjanjian waralaba" Apakah bentuknya harus otentik dalam akta
notaris" PP No 16 tahun 1997 tak menjelaskannya. Hanya saja dalam PP
ditentukan, perjanjian waralaba dibuat tertulis dalam bahasa Indonesia (Pasal 2
Ayat 1 dan 2).
Dapat
disimpulkan, perjanjian waralaba tak perlu dalam bentuk akta notaris. Para
pihak dapat membuat sendiri - di bawah tangan - dengan mengikuti ketentuan
KUHPerdata.
Selanjutnya
PP ini mewajibkan pemberi waralaba - sebelum mengadakan perjanjian dengan
penerima waralaba - memberikan keterangan menyangkut kegiatan usahanya, hak
atas Haki-nya, hak dan kewajiban masing-masing pihak, persyaratan yang harus
dipenuhi penerima waralaba, pengakhiran perjanjian, pembatalan dan perpanjangan
perjanjian (Pasal 3 Ayat 1).
Keterangan-keterangan
berikut perjanjian waralaba tersebut harus didaftarkan di Departemen
Perindustrian dan Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 hari
sejak berlakunya perjanjian waralaba. Bila tak dilakukan, maka pencabutan izin
usaha perdagangan (SIUP) dapat dilakukan (Pasal 8). Sebagai pelaksana PP,
pemerintah melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan menerbitkan keputusan
No: 259/ MPP/Kep/7/1997 yang antara lain mengatur tentang jangka waktu perjanjian
waralaba.
Selain itu,
disyaratkan pula untuk mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil
produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa sesuai
perjanjian waralaba.
Dalam
Undang-Undang Merek No 15 tahun 2001 sendiri tidak diatur secara khusus tentang
waralaba. Hanya dalam Pasal 43 Ayat (1) dikatakan, pemilik merek terdaftar
berhak memberikan lisensi kepada pihak lain untuk memakai merek tersebut dengan
perjanjian dan wajib didaftarkan ke Direktorat Jenderal Haki.
Tetapi sangat
disayangkan bagaimana tata cara permohonan pencatatan lisensi dan kententuan
mengenai perjanjian lisensi tersebut sampai saat ini belum ada Keputusan
Presiden (Keppres) sebagaimana diamanatkan Pasal 49 UU tentang Merek itu.